Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa kreditur tidak diperbolehkan untuk melaksanakan eksekusi secara sepihak menimbulkan perhatian yang serius.
Masalah hukum yang baru muncul, seperti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 02/PUU-XIX/2021, menjadi perhatian utama para pemimpin di Lembaga Hukum Indonesia. Wakil Ketua Pimpinan Pusat (WAKAPIMPUS) Joko Siswanto, S.Kom., SH., dan Direktur Wilayah Jawa Timur Muhammad Triono, SH., ikut mengatasi keluhan warga terhadap berita tersebut.
Josis, yang juga dikenal sebagai Advocat Joko Siswanto, S.Kom., SH., telah menyampaikan informasi mengenai putusan MK baru-baru ini. Sayangnya, beberapa media di Indonesia telah memberikan judul yang tidak konsisten dan dapat menyesatkan masyarakat.
Sebagai media, penting untuk mempertimbangkan penulisan judul yang tidak berlebihan atau hiperbolis. Ini dapat menyebabkan kepanikan di kalangan masyarakat awam yang mungkin tidak memahami sepenuhnya isi dari putusan MK yang dimaksud.
Setelah berita itu dibuat, banyak orang yang bertanya dan mengkonfirmasi ke Kantor Lembakum Indonesia untuk memastikan kebenaran isi putusan tersebut. Josis menjelaskan bahwa pemberitaan ini telah menciptakan keraguan di masyarakat.
Ada beberapa pertanyaan yang muncul ketika membahas putusan ini, menurut Josis. Pertama, apakah semua perusahaan pembiayaan sekarang bisa menarik harta secara paksa dan tanpa izin? Kedua, apakah putusan ini memberi kekuatan hukum permanen bagi penagih utang? Ketiga, apakah masih memungkinkan untuk dilakukan penarikan paksa di jalan jika tidak melalui pengadilan? Terakhir, apakah berasuransi membuat proses penarikan paksa menjadi lebih mudah?
Dalam pengadilan Mahkamah Konstitusi, seluruh permohonan dari Johsua Michael Jami, seorang karyawan di perusahaan pembiayaan dengan jabatan Kolektor Internal telah ditolak. Permohonan tersebut dilakukan melalui pengujian materiil terhadap Pasal 15 Ayat 2 Undang-Undang Fidusia yang menjadi objek permohonan.
Dalam pasal 15 ayat (2) UU Fidusia, terdapat frasa yang menyebutkan kekuatan eksekutorial dan keputusan pengadilan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak bersifat mengikat sepanjang tidak diterapkan pada jaminan fidusia tanpa kesepakatan tentang wanprestasi dan penolakan sukarela dari debitor untuk menyerahkan objek yang dijadikan jaminan fidusia. Hal ini dikemukakan dalam sebuah tulisan.
Menurut ahli hukum Muhammad Triono, pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus mengikuti mekanisme dan prosedur yang sama dengan eksekusi putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Ini adalah penting untuk memastikan keadilan dan konsistensi dalam sistem hukum.
Dalam keputusan akhir, kami menolak permohonan yang diajukan dan memutuskan untuk menolak semua permintaan.
Sebagai akibat penolakan permohonan tersebut, Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang dikeluarkan pada tanggal 6 Januari 2020 tetap berlaku untuk jaminan fidusia. Ini menegaskan bahwa perlindungan hukum bagi kreditur tidak terpengaruh oleh pemohon tersebut.
Menurut aturan hukum Mahkamah Konstitusi, hal ini menjelaskan bahwa ketika pemberi hak fidusia (debitur) mengakui adanya pelanggaran kesepakatan (wanprestasi) dan dengan sukarela menyerahkan objek perjanjian fidusia, kreditor memiliki kekuasaan sepenuhnya untuk melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi).
Namun, jika terjadi keadaan sebaliknya di mana pemberi hak fidusia (debitur) menolak untuk mengakui pelanggaran dan enggan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi objek perjanjian fidusia, maka penerima hak fidusia (kreditur) tidak diperbolehkan untuk melaksanakan eksekusi dengan sendirinya.
Namun, proses pelaksanaan eksekusi harus diajukan melalui Pengadilan Negeri (PN). Hal ini dilakukan untuk memastikan hak-hak konstitusional dari pemberi fidusia (debitur) dan penerima fidusia (kreditur) terlindungi secara adil.
Dalam acara ini, saya, Joko Siswanto, S.Kom., SH., berharap agar masyarakat bisa memahami dengan baik informasi yang disampaikan oleh Lembakum Indonesia.
Kami berharap informasi ini berguna bagi masyarakat luas dan kami mengucapkan terima kasih atas perhatiannya.